Sabtu, 24 September 2011

Memotong Jenggot Yang Lebih Dari Satu Genggam

Sebagian ulama memang ada yang membolehkan memotong jenggot jika telah lebih dari satu genggaman[1]. Mereka adalah ulama Hanafiyah dan Hambali[2]. Dalil yang jadi pegangan adalah riwayat dari Ibnu ‘Umar Radhiallahu’anhu yang disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ
“Ibnu ‘Umar biasa ketika berhaji atau melaksanakan umroh, beliau menggenggam jenggotnya dan selebihnya dari genggaman tadi, beliau potong” [3].
Ulama-ulama tersebut pun mengatakan bahwa Ibnu ‘Umar Radhiallahu’anhu yang membawakan hadits “biarkanlah jenggot” melakukan seperti ini dan beliau lebih tahu apa yang beliau riwayatkan.
Untuk menanggapi pernyataan ulama-ulama tersebut, ada beberapa sanggahan berikut.
  1. Ibnu ‘Umar Radhiallahu’anhu hanya memendekkan jenggotnya ketika tahallul saat ihram dan haji saja, bukan setiap waktu. Maka tidak tepat perbuatan beliau menjadi dalil bagi orang yang memendekkan jenggotnya setiap saat bahkan jenggotnya dipangkas habis hingga mengkilap bersih.
  2. Perbuatan Ibnu ‘Umar Radhiallahu’anhu  muncul karena beliau memahami firman Allah Ta’alaketika manasik,
    مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ
    Dengan mencukur rambut kepala dan memendekkannya.” (QS. Al Fath: 27).
    Beliau menafsirkan ayat ini bahwa ketika manasik hendaklah mencukur rambut kepala dan memendekkan jenggot.
  3. Kita sudah melihat riwayat dari Ibnu ‘Umar yang berisi perintah membiarkan jenggot (artinya tidak dirapikan sama sekali). Sebagaimana riwayat dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
    Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.[4]
    Apabila perkataan atau perbuatan sahabat menyelisihi apa yang ia riwayatkan, maka yang jadi tolak ukur tentu saja haditsnya, bukan pada pemahaman atau perbuatannya. Jadi yang tepat, kembalikanlah pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu membiarkan jenggot sebagaimana adanya hingga lebat.
Dengan demikian, pendapat yang lebih tepat adalah wajib membiarkan jenggot apa adanya tanpa memangkas atau memendekkannya dalam rangka mengamalkan hadits-hadits yang memerintahkan untuk membiarkan jenggot sebagaimana adanya.[5] Demikianlah yang menjadi pendapat Imam Nawawi rahimahullah sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya[6].
Adapun memotong kurang dari satu genggaman, sama sekali tidak ada satu ulama pun yang membolehkannya sebagaimana kata Ibnu ‘Abidin.[7] Namun demikianlah  sungguh aneh orang di sekitar kita, jenggotnya belum sampai 1 cm saja, malah sudah dipangkas hingga habis. Jadi perbuatan Ibnu ‘Umar bukanlah alasan untuk merapikan jenggot. Wallahu waliyyut taufiq.

[Cuplikan dari buku penulis “Mengikuti Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bukanlah Teroris” yang akan diterbitkan oleh Pustaka Muslim-Jogja, insya Allah].
Panggang-Gunung Kidul, 13 Jumadats Tsaniyah 1432 H


[1] Namun yang dipotong adalah bagian bawah genggaman dan bukan atasnya. Misalnya kita memegang jenggot yang cukup lebat dengan satu genggaman tangan, maka sisa di bawah yang lebih dari satu genggaman boleh dipotong menurut mereka.
[2] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 35/224.
[3] HR. Bukhari no. 6892.
[4] HR. Bukhari no. 5893
[5] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/102-103.
[6] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 35/225.
[7] Idem.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar